Selasa, 06 Oktober 2009

KHILAFIYAH

Dua hari ini ku telah berdiskusi dengan dua orang teman kuliah di Teknik Kimia yang kuanggap lebih tinggi ketakwaannya dari pada aku. Mereka yakni Ruri yang mengaji di halaqoh Tarbiyah PKS, dia sudah menjadi Murobbi di halaqoh tersebut. Yang kedua, Udin yang mengaji di halaqoh yang biasa aku sebut Jama’ah Tabligh, yang beberapa hari lalu jama’ahnya di suatu kota ditangkap polisi karena dicurigai sebagai teroris pengebom Hotel JW Marriot 2.

Kenapa ku diskusikan masalah khilafiyah dengan mereka berdua? Karena selama ini hatiku banyak terbesit pertanyaan yang mengganjal di hati,yakni khilafiyah. Aku selama ini ngaji di halaqoh MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an), ustazdku selalu mengedepankan ketegasan dalam menyikapi perbedaan khilafiyah, antara lain tahlilan, qunut, yasinan, walimatul khitan dan lainnya.

Berdasarkan pendapat Ruri, yang katanya dari ustazdnya. Ada 3 tingkatan manusia dalam memahami dan mengamalkan agama . Pertama, manusia yang memiliki ilmu agama tinggi, auliya, ulama yang dapat memberi fatwa dalam hal agama. Kedua, manusia yang mengamalkan agama atas dasar ilmu, bisa melaksanakan 2 ibadah yang berbeda cara, asal tahu ilmunya. Ketiga, Manusia yang taklid, selalu mengamalkan ajaran agama hanya ikut-ikutan tidak berdasarkan ilmu. Nach, dari ketiganya tersebut minimal kita harus berada dalam tingkatan yang kedua, jangan taklid. Insya Allah amalan agama yang berdasarkan ilmu ada yang bertanggung jawab di akhirat kelak, karena sudah ada ulama yang memfatwakan hal ini.

Berdasarkan pendapat Udin, Jama’ah Tabligh dalam halaqohnya tidak pernah membahas 4 hal, yakni Perbedaan khilafiyah, aib masyarakat, politik dan sumbangan. Mengenai ritual agama yang menyentuh khilafiyah , silahkan bagi anggotanya untuk mencari ustazd yang udah dipercayainya dan mengamalkan masing-masing.

Ruri dan Udin berlatar belakang keluarga Nahdhotul Ulama, dan sampai sekarangpun mereka masih mengamalkan ritual keagamaan berdasarkan pemahaman Nahdliyin. Sejauh ini pemahaman Tarbiyah PKS hampir sama dengan MTA. Ku mencoba menyinggung masalah ritual yang selama ini dianggap bid’ah seperti tahlilan, yasinan, slametan dsb. Ruri beralasan, masih mengikuti ritual tersebut karena menghindari hal-hal yang tidak inginkan, seperti perpecahan agama, keluarga dan masyarakat maka hal itu bisa dilakukan. Dan lagi, dia mengamalkan ritual agama tersebut juga berdasarkan ilmu yang para ulama nahdliyin fatwakan. Insya Allah sudah ada yang bertanggung jawab kelak. Udin masih melakukan ritual tersebut di rumah karena ikrom (menghormati) dan memang jama’ah tersebut mengedepankan persatuan.

Aku juga kalau di rumah masih mengikuti, dengan dasar ikrom dan tahu dasar-dasar ilmunya. Semoga Allah mengampuni apabila ku salah, karena ku yakin Allah Maha Pengampun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar