Selasa, 06 Oktober 2009

POLEMIK ANGGOTA G AND E

Untuk : Saudaraku yang berlatar belakang keluarga NU

Pada diskusi Halal Bi Halal Konsulat G and E di Masjid Athohiriyah Ketanggungan, tepatnya tanggal 24 September 2009 terjadi perdebatan yang menarik. Ini diawali dari Ahmad Zainudin, dia mengungkapkan perihal yang saya yakin banyak teman-teman rasakan pula. Dia menyampaikan keberatannya jika Pengajian MTA diadakan di Brebes, karena dia selalu berselisih pendapat dalam hal agama dengan orang tuanya. Orang tuanya berpemahaman NU, yang mungkin banyak dari anggota G and E yang kedua orang tuanya NU, seperti aku. Jika mau mengadakan Pengajian MTA di Kabupaten Brebes maka syaratnya kita harus sudah lepas dari tanggungan orang tua.

Di berbagai daerah, banyak saudara kita yang dulu sekolah di SMA MTA Surakarta setelah lulus tidak mau ngaji lagi di MTA, sebagian alasannya ada yang karena perbedaan pemahaman dengan keluarganya. Saudaraku, perbedaan pemahaman agama sudah terjadi dari zaman Rosulullah SAW. Perlu diketahui, MTA itu bukan aliran agama, tetapi hanya organisasi keagamaan. Ingat sabda Nabi, umat di akhir zaman akan pecah lebih dari tujuh puluh golongan. Bahkan, masing-masing golongan itu pada gilirannya kembali terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Dan, masing-masing golongan dan kelompok itu meyakini bahwa mereka sajalah penganut agama Islam yang sebenarnya.

Di kampus saya memiliki rekan-rekan yang serius mengaji ke berbagai halaqoh, antara lain : Tarbiyah PKS , Hizbut Tahrir Indonesia, Jama’ah Tabligh, LDII, Pondok Pesantren NU, Muhammadiyah, Salafi, dan MTA. Kalau masing-masing merasa dirinya benar, siapa yang akan masuk surga?

Setelah saya diskusi dengan mereka, ternyata dari berbagai halaqoh itu sama. Mempelajari Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semua yang wajib pada dasarnya satu pemahaman, tetapi beberapa hal yang bersifat sunnah memang terjadi perbedaan pemahaman. Salah satu hadits dari seri empat puluh hadits Nawawi yang terkenal itu (Hadits Arba'in, ed.), "... orang yang hidup setelahku nanti akan melihat banyak perbedaan pendapat (di kalangan umat Islam). Dalam keadaan seperti itu, hendaklah kalian berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu dan janganlah kalian mengikuti hal-hal bid'ah, karena setiap perbuatan bid'ah adalah sesat."[4] . Bahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, "Aku tidak bergembira jika seluruh sahabat Rasulallah saw. tidak berbeda pendapat sama sekali. Karena jika mereka tidak berbeda pendapat sama sekali niscaya kita tidak mungkin mendapatkan rukhshah (keringanan)."

Kalau memang ketika di rumah, orang tua kita menyuruh melakukan hal – hal yang berbeda pendapat dengan MTA. Lalu, kalau tidak melakukan akan berdampak pada perpecahan keluarga, ya ikutilah kemauan orang tua tersebut selama tidak berbuat dosa. Sabda Nabi,” Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim) dan sabda Nabi yang lain “ Jangan mengabaikan (membenci dan menjauhi) orang tuamu. Barangsiapa mengabaikan orang tuanya maka dia kafir. (HR. Muslim) Rasulullah Saw ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau lalu menjawab, "Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu." (HR. Ibnu Majah)

Insya Allah, semua hal-hal yang dilakukan ada ilmunya. Ketika kita membaca do’a bersama , membaca qunut, yasinan dan lainnya. Saya yakin ada dasar ilmunya, maka ketika kita melakukan amalan – amalan tersebut maka harus memahami ilmunya. Jangan menjalankan sesuatu hal tanpa ilmu. Insya Allah hal-hal yang kita lakukan ketika mengamalkan hal yang berlainan paham kalau didasari dengan ilmu akan merupakan rukhsoh (keringanan) dari Allah SWT sesuai akhir perkataan Kholifah Umar Bin Abdul aziz di atas. Dan dalam sabda nabi,” Allah menyukai akan rukhsah-rukhsah-Nya[1] diterima dan diamalkan sebagaimana seorang hamba menyukai pengampunan-Nya. (HR. Ath Thobari) Saya yakin Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.

Saudaraku, sesuai sabda Nabi SAW, ” Tuntutlah ilmu (agama) dari ayunan sampai masuk liang lahat.”. Pun kita masih mengikuti aliran orang tua yakni NU, mau kemana kita menuntut ilmu di halaqoh itu, kecuali di Pondok Pesantren. Ingat, mungkin kita suatu saat akan bertempat di suatu daerah yang nota bene tidak sepaham dengan kita. Apa yang kita lakukan? Apakah diam? Ingat kita harusnya bersyukur berada di lingkungan yang mudah untuk mendapatkan suatu ilmu. Jangan sia-siakan ini !

Saudaraku, jangan jadikan beda pemahaman sehingga tidak mau lagi ngaji di MTA. Pun, ketika kita ,masih ikut orang tua dan untuk mengindari perpecahan keluarga , ya ikutilah apa yang mereka mau dengan syarat yang telah dibahas di muka. Kalau memang tidak ada apa-apa , baru silakan mengamalkan sesuai dengan pemahaman MTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar